Jokowi Minta Dikritik Masyarakat Haris Azhar Menanggapi Sinis

Pendiri Lokataru Foundation, Haris Azhar menyikapi pernyataan Presiden Jokowi yang meminta masyarakat harus lebih aktif dalam menyampaikan kritik dan masukan terhadap kinerja pemerintah. Menurutnya pernyataan tersebut mengawang-awang, sebab sudah banyak orang dipenjarakan akibat kritik pemerintah.

Pernyataan Presiden Jokowi tersebut disampaikan dalam acara peluncuran laporan tahunan Ombudsman pada Senin (8/2) kemarin.

Sementara Haris menyebut, pernyataan Presiden Jokowi di berbagai situasi selalu dibantah dengan sendirinya. Menurutnya, banyak juga pernyataan Jokowi yang tidak ditaati oleh bawahannya.

“Kalau dilihat dari sejarah pernyataan Jokowi di banyak situasi, apa yang dibicarakan justru dibantah sendiri atau tidak ditaati oleh bawahannya,” jelas Haris sebagaimana dilansir JPNN.com, Rabu (10/2).

Haris juga mempertanyakan apakah Jokowi mendengarkan kritik yang disampaikan oleh berbagai pihak. Dia mengambil contoh kritik yang disampaikan oleh masyarakat terkait Omnibus Law beberapa waktu yang lalu.

Haris juga menyebutkan banyak kasus yang terjadi kepada masyarakat setelah menyampaikan kritik kepada pemerintah.

“Akibat kritik sudah banyak orang yang dipenjarakan, dilaporkan, digugat atau dibully,” ungkap pria yang pernah menjabat sebagai koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras).

Sebagai solusi, Haris menyarankan kepada pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap korban yang memberikan kritik kepada pemerintah.

Ulil Abshar dan Dandhy Dwi Laksono

Sementara itu cedekiawan muslim Ulil Abshar Abdalla juga mengatakan, publik sudah tidak percaya dengan pernyataan Istana yang meminta agar masyarakat kritis. Faktanya, banyak kritik yang disampaikan ke pemerintah ujungnya dilaporkan dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE).

“Publik sudah ndak percaya. Para pengkritik banyak dilaporkan dg menggunakan UU ITE,” cuit Ulil di akun Twitter @ulil, sebagaimana dikutip Wartaekonomi, Selasa (9/2/2021)

Pun sutradara, aktivis sekaligus jurnalis senior yang sering membuat jurnalisme investigasi dengan mengeluarkan produk jurnalistik berupa tulisan ataupun film dokumenter, Dandhy Dwi Laksono mengomentari pernyataan Istana tersebut dengan cuitan saat dirinya ditangkap pada 26 September 2019 atas tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.