Ada Kejanggalan Dalam Aturan Debat Capres Kedua

Debat capres kemarin ada kejanggalan dalam aturan debat. Dimana undian pertanyaan yang akan diajukan kepada Capres dimasukkan dan diambil dari wadah yang berbeda. Hanya satu tema atau satu kali yang diambil dari wadah yang sama. Seperti undian pertanyaan untuk Capres 01 diambil dari wadah (bola) yang berbeda dengan Capres 02. Masing-masing Capres punya wadah soal yang telah dipersiapkan oleh KPU. Logikanya dalam sebuah pengambilan undian pastinya di tempat 1 wadah yang sama. Sementara dalam debat Capres kemarin wadah untuk pencabutan undian pertanyaan berbeda-beda.
Artinya, soal pertanyaan untuk Capres 01 sudah disiapkan untuk Capres 01, begitu pula pertanyaan untuk Capres 02 sudah disiapkan untuk Capres 02 diwadah yang berbeda. Lalu, siapa yang dapat menjamin disini tidak ada kecurangan? Bahwa satu Capres telah mengetahui soal yang akan diajukan? Dan aturan ini menurut Nanik S deyang, orang dekat Capres 02 Pak Prabowo, tidak pernah dibicarakan atau disosialisasikan di rapat-rapat KPU. Tidak heran tim BPN Prabowo-Sandi keberatan walaupun pihak KPU tidak peduli.
Satu hal lagi yang menarik dalam debat Capres kemarin tentang serangan pribadi Capres 01 terhadap Capres 02 yaitu mengenai kepemilikan atau penguasaan tanah di Kalimantan Timur dan Aceh cukup menarik. Karena ternyata pihak pribumi ada yang menguasai banyak tanah padahal seperti kita ketahui sebagian besar penguasaan lahan banyak dikuasai oleh Taipan dan asing.
Kepemilikan tanah yang dimiliki Prabowo ternyata didapat Prabowo setelah menang dari pihak asing. Dimana tanah seluas 220.000 hektare di Kalimantan Timur dan  120.000 hektar di Aceh merupakan Hak Guna Usaha yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali oleh negara.
Bukan rahasia lagi bahwa tanah, perkebunan, hutan dan perusahaan besar dengan sahamnya selama ini justru banyak dikuasai oleh asing. Sementara masyarakat pribumi menjadi babu di tanah, kebun dan perusahaan itu dengan bagian yang tidak sebanding dengan permasalah yang ada.
Jika sertifikat tanah dibuat untuk rakyat, lalu bagaimana dengan sekitar 80% tanah yang disebut-sebut dikuasai oleh pihak asing dan konglomerat? Jadi, kebijakan bagi-bagi sertifikat tanah keorang kampung yang dibanggakan Jokowi sebenarnya tidak berhubungan dengan permasalahn bangsa yang lebih besar, jika tanah, alam, hutan, hasil bumi dan perkebunan justru malah dikuasai oleh asing dan justru hasilnya dibawa ke luar negeri.
Perlu kita apresiasi komitmen Pak Prabowo untuk menguasai kekayaan alam negara untuk kepentingan masyarakat Indonesia sesuai dengan peraturan. Sementara isu mengenai komitmen ini jarang kita dengar dari pihak Jokowi yang memang di masa pemerintahnnya, pihak asing begitu keras selalu ambil bagian dalam kebijakan pembangunan Indonesia. Termasuk dalam hal tenaga kerja yang lebih pro mengambil tenaga kerja asing dalam proses pengerjaan.